LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KLIEN
DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
disusun oleh :
Lastorina Marheninggrum
04.08.2048
D / KP / VI
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KLIEN
DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. PENDAHULUAN
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks
yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang
terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang
dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari
luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai
harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar
75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk
memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu
penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi,
pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang
lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah
klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar
yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini
meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang
melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih
kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald
burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama
yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan
kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik
(elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan
resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang
sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada
tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit,
patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat
luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta
terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu
luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor
lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat
mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka
bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau
kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka
bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk
menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar
tertentu.
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1.
Luka Bakar
Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b.
Cairan
c.
Bahan padat (Solid)
2.
Luka Bakar
Bahan Kimia (hemical Burn)
3.
Luka Bakar
Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.
Luka Bakar
Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase
syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan
yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi
sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok
teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat
kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.
Proses inflamasi dan infeksi.
2.
Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.
Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga
terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka
bakar.
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan
api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
|
Kering
tidak ada gelembung.
Oedem
minimal atau tidak ada.
Pucat bila
ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
Lebih
dalam dari ketebalan partial
(tingkat
II)
- Superfisial
- Dalam
|
Kontak
dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan
api kepada pakaian.
Jilatan
langsung kimiawi.
Sinar
ultra violet.
|
Blister
besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial
ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik
yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat
III)
|
Kontak
dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak
dengan arus listrik.
|
Kering
disertai kulit mengelupas.
Pembuluh
darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung
jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih, kering,
hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak
sakit, sedikit sakit.
Rambut
mudah lepas bila dicabut.
|
B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9%
atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace
yaitu:
1) Kepala dan
leher
: 9%
2) Lengan masing-masing
9%
: 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang
18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing
18% :
36%
5)
Genetalia/perineum
: 1%
Total : 100%
C. Berat ringannya
luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar
harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area
(Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka
bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan
yang lalu.
6) Trauma yang menyertai
atau bersamaan.
American Burn Association membagi dalam :
1) Yang
termasuk luka bakar ringan (minor) :
a) Tingkat
II kurang dari 15% Total Body
Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area
pada anak-anak.
b) Tingkat
III kurang dari 2% Total Body Surface
Area yang tidak disertai komplikasi.
2) Yang
termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a) Tingkat
II 15% - 25% Total Body Surface
Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada
anak-anak.
b) Tingkat
III kurang dari 10% Total Body
Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3) Yang
termasuk luka bakar kritis (mayor):
a) Tingkat
II 32% Total Body Surface Area
atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada
anak-anak..
b) Tingkat
III 10% atau lebih.
c)
Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
d) Luka
bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
e)
Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f)
Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh
seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan
sebelumnya..
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah –
critical:
a)
Tingkat II : 30% atau
lebih.
b) Tingkat
III : 10% atau lebih.
c)
Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan
adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang –
moderate:
a) Tingkat II
: 15 – 30%
b) Tingkat
III
: 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat
II
: kurang 15%
b) Tingkat
III
: kurang 1%
Patofisiologi Luka Bakar
Eritrosit ¯
Metabolisme ¯ anemia
Perubahan Nutrisi:Kurang Kebutuhan
Glukoneogenesis
Glikogenolisis
|
|||
|
|||
Resiko Infeksi
Kebutuhan O2
Luka Bakar Luas ® Resiko Kerusakan Pertukaran Gas
Aldosteron
Sekresi adrenal
Depresi
miokard/ MDF
|
Katekolamin
release
Insufisiensi
miokard
Renal flow ¯
Vasokontriksi
H2O loss ¯
cardiac output ¯
Retensi Na+ ¬
GFR
Splenic flow ¯ hipovolemik
|
|
||
Ggn perfusi jaringan.
K+
loss
Gagal
ginjal
Hipoksia hepar
Asidosis
Gagal
hepar Gangguan Perfusi
Jaringan
Resiko Kekurangan Volume Cairan
Nyeri
Ansietas
Kerusakan Mobilitas Fisik
(Hudak &
Gallo; 1997)
Efek fisiologi yang merugikan pada
luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang
berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan.
Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan
merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus
kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi
yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu
:
1.
Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2.
Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon
keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.
1.
Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.
Tubuh mempunyai beberapa metode
untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal.
Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran
pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka
temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah
(diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas
tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang
melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan
kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek
temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang
progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang
berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama
pada semua area.
Ketebalan kulit yang terlibat
tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang
kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan
kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling
tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar
tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada
anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai
penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua
kemampuan untuk merespon terhadap trauma.
2.
Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.
Beberapa luka jaringan yang diterima
tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang
dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini
selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam
kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan
(inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh
bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan
dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap,
maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga
mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka
terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage
dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin
dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso)
dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas,
substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan
menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini
bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah
(kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga
mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang
disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka
dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera
menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.
3.
Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.
Respon sistem syaraf simpatis
dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan
sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan
homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum
(general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight)
karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan
pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan
fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan
bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera
menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis
meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata
denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati,
muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan
substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan
fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan
saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem
pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk
waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi
yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis
berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi
lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang
bersifat adaptasi.
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak dari
|
Mekanisme
|
Dampak dari
|
|
Pergeseran
cairan ekstraseluler.
|
Vaskuler
ke insterstitial.
|
Hemokonsentrasi
oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial
ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi
renal.
|
Aliran
darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan
aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar
sodium/natrium.
|
Na+
direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem.
|
Defisit
sodium.
|
Kehilangan
Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit
sodium.
|
Kadar
potassium.
|
K+
dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+
berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+
bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai
4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar
protein.
|
Kehilangan
protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan
protein waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari
masukan.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan
asam basa.
|
Metabolisme
anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir,
fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis
metabolik.
|
Kehilangan
sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan
produk akhir metabolisme.
|
Asidosis
metabolik.
|
Respon
stres.
|
Terjadi
karena trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran
darah renal berkurang.
|
Terjadi
karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
|
Stres
karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi
karena panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka bakar
termal.
|
Tidak
terjadi pada hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling
ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan
central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut
dilatasi dan paralise usus.
|
Peningkatan
jumlah cortison.
|
Jantung.
|
MDF
meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh
kulit yang terbakar.
|
Disfungsi
jantung.
|
Peningkatan
zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok spetic.
|
CO
menurun.
|
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar
grade II:
1) Dewasa
> 20%
2)
Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar
grade III.
C. Luka bakar
dengan komplikasi: jantung, otak dll.
Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
A. Resusitasi A,
B, C.
1)
Pernafasan:
a)
Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek
toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2)
Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra
vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter,
CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi
cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa
: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak
: Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine
dan CVP.
E. Topikal
dan tutup luka
-
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
-
Tulle.
-
Silver sulfa diazin tebal.
-
Tutup kassa tebal.
-
Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat –
obatan:
o Antibiotika : tidak
diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai
dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik
: kuat (morfin, petidine)
o
Antasida : kalau perlu
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b)
Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c)
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat
pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam
sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti
kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya
lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j)
Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji
hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum
mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk
memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan
kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri
(GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera
inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin
mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis
menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu
memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa
faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon
monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2.
Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama
dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional).
Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang
menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :
1.
Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2.
Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan
kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3.
Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan
edema.
4.
Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory
Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5.
Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada
kulit yang rusak.
6.
Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7.
Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8.
Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
peningkatan rata-rata metabolisme.
9.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10. Gangguan Gambaran Tubuh
(Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
Klien luka bakar mungkin dapat
terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut :
1.
Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga
atau yang lain.
2.
Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis.
3.
Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan
pengendalian.
4.
Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang
tidak diketahui.
5.
Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu
banyak.
6.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan
fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain.
7.
Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum,
genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam
gambaran diri (body image).
8.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan
yang gaduh.
9.
Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam penampilan
fisik.
10. Perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat.
11. Kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan pengaruh luka bakar.
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans,
Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa
Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak
cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada
atau leher.
4
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
6
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler
perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena,
contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7
Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada
cedera berat) atau katabolisme protein.
8
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan
kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra
tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik
peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
daftar
pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical
Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal.
1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing.
Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan
Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar.
Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan.
Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company.
Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical
Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company.
Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan
Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT
EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
(2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan
Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD
Dr. Soetomo. Surabaya.
Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing.
Balck wellScientific Peblications. London.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah.
Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah
Ilmu Bedah 1. Surabaya.
Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran
Egc, Jakarta
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KLIEN
DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. PENDAHULUAN
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks
yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang
terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang
dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari
luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai
harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar
75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk
memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu
penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan
fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif
semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan
luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar
yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini
meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang
melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih
kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald
burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang
sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena
bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan
listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia
menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan
ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan
fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi
pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit,
patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat
luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta
terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu
luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor
lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat
mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka
bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau
kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka
bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk
menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar
tertentu.
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1.
Luka Bakar
Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b.
Cairan
c.
Bahan padat (Solid)
2.
Luka Bakar
Bahan Kimia (hemical Burn)
3.
Luka Bakar
Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.
Luka Bakar
Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase
syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan
yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi
sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok
teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat
kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.
Proses inflamasi dan infeksi.
2.
Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.
Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga
terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka
bakar.
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan api,
sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
|
Kering
tidak ada gelembung.
Oedem
minimal atau tidak ada.
Pucat bila
ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
Lebih
dalam dari ketebalan partial
(tingkat
II)
- Superfisial
- Dalam
|
Kontak
dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan
api kepada pakaian.
Jilatan
langsung kimiawi.
Sinar
ultra violet.
|
Blister
besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial
ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik
yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat
III)
|
Kontak
dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak
dengan arus listrik.
|
Kering
disertai kulit mengelupas.
Pembuluh
darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung
jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih,
kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak
sakit, sedikit sakit.
Rambut
mudah lepas bila dicabut.
|
B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9%
atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace
yaitu:
1) Kepala dan
leher
: 9%
2) Lengan masing-masing
9%
: 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang
18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing
18% :
36%
5)
Genetalia/perineum
: 1%
Total : 100%
C. Berat ringannya
luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar
harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area
(Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka
bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan
yang lalu.
6) Trauma yang menyertai
atau bersamaan.
American Burn Association membagi dalam :
1) Yang
termasuk luka bakar ringan (minor) :
a) Tingkat
II kurang dari 15% Total Body
Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area
pada anak-anak.
b) Tingkat
III kurang dari 2% Total Body Surface
Area yang tidak disertai komplikasi.
2) Yang
termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a) Tingkat
II 15% - 25% Total Body Surface
Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada
anak-anak.
b) Tingkat
III kurang dari 10% Total Body
Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3) Yang
termasuk luka bakar kritis (mayor):
a) Tingkat
II 32% Total Body Surface Area
atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada
anak-anak..
b) Tingkat
III 10% atau lebih.
c)
Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
d) Luka
bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
e)
Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f)
Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh
seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan
sebelumnya..
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah –
critical:
a)
Tingkat II : 30% atau
lebih.
b) Tingkat
III : 10% atau lebih.
c) Tingkat
III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan
adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang –
moderate:
a) Tingkat
II
: 15 – 30%
b) Tingkat
III
: 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat
II
: kurang 15%
b) Tingkat
III
: kurang 1%
Patofisiologi Luka Bakar
Eritrosit ¯
Metabolisme ¯ anemia
Perubahan Nutrisi:Kurang Kebutuhan
Glukoneogenesis
Glikogenolisis
|
|||
|
|||
Resiko Infeksi
Kebutuhan O2
Luka Bakar Luas ® Resiko Kerusakan Pertukaran Gas
Aldosteron
Sekresi adrenal
Depresi
miokard/ MDF
|
Katekolamin
release
Insufisiensi
miokard
Renal flow ¯
Vasokontriksi
H2O loss ¯
cardiac output ¯
Retensi Na+ ¬
GFR
Splenic flow ¯ hipovolemik
|
|
||
Ggn perfusi jaringan.
K+
loss
Gagal
ginjal
Hipoksia hepar
Asidosis
Gagal
hepar Gangguan Perfusi
Jaringan
Resiko Kekurangan Volume Cairan
Nyeri
Ansietas
Kerusakan Mobilitas Fisik
(Hudak &
Gallo; 1997)
Efek fisiologi yang merugikan pada
luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang
berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan.
Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan
merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus
kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi
yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu
:
1.
Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2.
Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon
keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.
1.
Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.
Tubuh mempunyai beberapa metode
untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal.
Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran
pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka
temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah
(diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas
tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang
melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan
kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek
temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang
progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang
berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama
pada semua area.
Ketebalan kulit yang terlibat
tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang
kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan
kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling
tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar
tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada
anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai
penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua
kemampuan untuk merespon terhadap trauma.
2.
Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.
Beberapa luka jaringan yang diterima
tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang
dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini
selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam
kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan
(inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh
bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan
dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap,
maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga
mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka
terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage
dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin
dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso)
dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas,
substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan
menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini
bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah
(kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga
mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang
disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka
dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera
menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.
3.
Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.
Respon sistem syaraf simpatis
dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan
sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan
homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum
(general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight)
karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan
pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan
fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan
bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera
menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis
meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata
denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati,
muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan
substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan
fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan
saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem
pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk
waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi
yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis
berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi
lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang
bersifat adaptasi.
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak dari
|
Mekanisme
|
Dampak dari
|
|
Pergeseran
cairan ekstraseluler.
|
Vaskuler
ke insterstitial.
|
Hemokonsentrasi
oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial
ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi
renal.
|
Aliran
darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan
aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar
sodium/natrium.
|
Na+
direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem.
|
Defisit
sodium.
|
Kehilangan
Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit
sodium.
|
Kadar
potassium.
|
K+
dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+
berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+
bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai
4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar
protein.
|
Kehilangan
protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan
protein waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari
masukan.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan
asam basa.
|
Metabolisme
anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir,
fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis
metabolik.
|
Kehilangan
sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan
produk akhir metabolisme.
|
Asidosis
metabolik.
|
Respon
stres.
|
Terjadi
karena trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran
darah renal berkurang.
|
Terjadi
karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
|
Stres
karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi
karena panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka bakar
termal.
|
Tidak
terjadi pada hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling
ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan
central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut
dilatasi dan paralise usus.
|
Peningkatan
jumlah cortison.
|
Jantung.
|
MDF
meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh
kulit yang terbakar.
|
Disfungsi
jantung.
|
Peningkatan
zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok spetic.
|
CO
menurun.
|
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar
grade II:
1) Dewasa
> 20%
2)
Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar
grade III.
C. Luka bakar
dengan komplikasi: jantung, otak dll.
Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
A. Resusitasi A,
B, C.
1)
Pernafasan:
a)
Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek
toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2)
Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra
vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter,
CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi
cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa
: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak
: Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine
dan CVP.
E. Topikal
dan tutup luka
-
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
-
Tulle.
-
Silver sulfa diazin tebal.
-
Tutup kassa tebal.
-
Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat –
obatan:
o Antibiotika : tidak
diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai
dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik
: kuat (morfin, petidine)
o
Antasida : kalau perlu
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b)
Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c)
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat
pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam
sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,
dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti
kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya
lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j)
Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji
hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum
mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk
memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan
kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri
(GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera
inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin
mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis
menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu
memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa
faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon
monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2.
Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama
dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional).
Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang
menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :
1.
Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2.
Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan
kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3.
Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan
edema.
4.
Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory
Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5.
Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada
kulit yang rusak.
6.
Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7.
Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8.
Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
peningkatan rata-rata metabolisme.
9.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10. Gangguan Gambaran Tubuh
(Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
Klien luka bakar mungkin dapat
terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut :
1.
Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga
atau yang lain.
2.
Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis.
3.
Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan
pengendalian.
4.
Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang
tidak diketahui.
5.
Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu
banyak.
6.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan
fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain.
7.
Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum,
genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam
gambaran diri (body image).
8.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan
yang gaduh.
9.
Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam
penampilan fisik.
10. Perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat.
11. Kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan pengaruh luka bakar.
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans,
Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa
Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak
cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada
atau leher.
4
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler
perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena,
contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7
Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada
cedera berat) atau katabolisme protein.
8
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan
kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra
tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik
peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
daftar
pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical
Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal.
1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing.
Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan
Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar.
Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan.
Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company.
Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical
Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company.
Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan
Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT
EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
(2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan
Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD
Dr. Soetomo. Surabaya.
Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing.
Balck wellScientific Peblications. London.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah.
Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah
Ilmu Bedah 1. Surabaya.
Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran
Egc, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar